Konon pula penggulingan Ir Soekarno dari kursi kepresidenan wajib
dilakukan jaringan intelijen AS disponsori komplotan Jahudi (Zionis
Internasional) yang tidak mau AS bangkrut dan hancur karena mesti
mematuhi perjanjian tersebut juga tidak rela melihat RI justru menjadi
kuat secara ekonomi di samping modal sumber daya alamnya yang semakin
menunjang kekuatan ekonomi RI. selain itu ada beberapa tujuan lain yang
harus dilaksanakan sesuai agenda Zionis Internasional. Berikut ini saya
coba tulis hasil penelusuran pada tahun 1994 s/d 1998, berlanjut tahun
2006 s/d 2010, ditambah informasi dari beberapa sumber. Tapi mohon
diingat, anggap saja tulisan ini hanya penambah wawasan belaka.
Perjanjian itu biasa disebut sebagai salah satu ’Dana Revolusi’, atau ’Harta Amanah Bangsa Indonesia’, atau pun ’Dana Abadi Ummat Manusia’. Sejak jaman Presiden Soeharto hingga Presiden Megawati cukup getol menelisik keberadaannya dalam upaya mencairkannya. Perjanjian The Green Hilton Memorial Agreement Geneva dibuat dan ditandatangani pada 21 November 1963 di hotel Hilton Geneva oleh Presiden AS John F Kennedy (beberapa hari sebelum dia terbunuh) dan Presiden RI Ir Soekarno dengan saksi tokoh negara Swiss William Vouker. Perjanjian ini menyusul MoU diantara RI dan AS tiga tahun sebelumnya. Point penting perjanjian itu; Pemerintahan AS (selaku pihak I) mengakui 50 persen keberadaan emas murni batangan milik RI, yaitu sebanyak 57.150 ton dalam kemasan 17 paket emas dan pemerintah RI (selaku pihak II) menerima batangan emas itu dalam bentuk biaya sewa penggunaan kolateral dolar yang diperuntukkan pembangunan keuangan AS.
Dalam point penting lain pada dokumen perjanjian itu, tercantum klausul
yang memuat perincian ; atas penggunaan kolateral tersebut pemerintah AS
harus membayar fee 2,5 persen setiap tahunnya sebagai biaya sewa kepada
Indonesia, mulai berlaku jatuh tempo sejak 21 November 1965 (dua tahun
setelah perjanjian). Account khusus akan dibuat untuk menampung asset
pencairan fee tersebut. Maksudnya, walau point dalam perjanjian tersebut
tanpa mencantumkan klausul pengembalian harta, namun ada butir
pengakuan status koloteral tersebut yang bersifat sewa (leasing). Biaya
yang ditetapkan dalam dalam perjanjian itu sebesar 2,5 persen setiap
tahun bagi siapa atau bagi negara mana saja yang menggunakannya.
Biaya pembayaran sewa kolateral yang 2,5 persen ini dibayarkan pada
sebuah account khusus atas nama The Heritage Foundation (The HEF) yang
pencairannya hanya boleh dilakukan oleh Bung Karno sendiri atas restu
Sri Paus Vatikan. Sedang pelaksanaan operasionalnya dilakukan
Pemerintahan Swiss melalui United Bank of Switzerland (UBS). Kesepakatan
ini berlaku dalam dua tahun ke depan sejak ditandatanganinya perjanjian
tersebut, yakni pada 21 November 1965.
Namun pihak-pihak yang menolak kebijakan John F. Kennedy
menandatangani perjanjian itu, khususnya segelintir kelompok Zionis
Internasional yang sangat berpengaruh di AS bertekat untuk menghabisi
nyawa dan minimal karir politik kedua kepala negara penandatangan
perjanjian itu sebelum masuk jatuh tempo pada 21 November 2965 dengan
tujuan menguasai account The HEF tersebut yang berarti menguasai
keuangan dunia perbankan.
Target sasaran pertama, ’menyelesaikan’ pihak I selaku pembayar, yakni membuat konspirasi super canggih dengan ending menembak mati Presiden AS JF Kennedy itu dan berhasil. Sudah mati satu orang penandatangan perjanjian, masih seorang lagi sebagai target ke II, yakni Ir Soekarno. Kaki tangan kelompok Zionis Internasional yang sejak awal menentang kesepakatan perjanjian itu meloby dan menghasut CIA dan Deplu AS untuk menginfiltrasi TNI-AD yang akhirnya berpuncak pada peristiwa G30S disusul ’penahanan’ Soekarno’ oleh rezim Soeharto. Apesnya lagi, Soekarno tidak pernah sempat memberikan mandat pencairan fee penggunaan kolateral AS itu kepada siapa pun juga !! Hingga beliau almarhum beneran empat tahun kemudian dalam status tahanan politik.
Sedangkan kalangan dekat Bung Karno maupun pengikutnya dipenjarakan tanpa pengadilan dengan tudingan terlibat G30S oleh rezim Soeharto. Mereka dipaksa untuk mengungkapkan proses perjanian itu dan bagaimana cara mendapatkan harta nenek moyang di luar negeri itu. Namun usaha keji ini tidak pernah berhasil.
Target sasaran pertama, ’menyelesaikan’ pihak I selaku pembayar, yakni membuat konspirasi super canggih dengan ending menembak mati Presiden AS JF Kennedy itu dan berhasil. Sudah mati satu orang penandatangan perjanjian, masih seorang lagi sebagai target ke II, yakni Ir Soekarno. Kaki tangan kelompok Zionis Internasional yang sejak awal menentang kesepakatan perjanjian itu meloby dan menghasut CIA dan Deplu AS untuk menginfiltrasi TNI-AD yang akhirnya berpuncak pada peristiwa G30S disusul ’penahanan’ Soekarno’ oleh rezim Soeharto. Apesnya lagi, Soekarno tidak pernah sempat memberikan mandat pencairan fee penggunaan kolateral AS itu kepada siapa pun juga !! Hingga beliau almarhum beneran empat tahun kemudian dalam status tahanan politik.
Sedangkan kalangan dekat Bung Karno maupun pengikutnya dipenjarakan tanpa pengadilan dengan tudingan terlibat G30S oleh rezim Soeharto. Mereka dipaksa untuk mengungkapkan proses perjanian itu dan bagaimana cara mendapatkan harta nenek moyang di luar negeri itu. Namun usaha keji ini tidak pernah berhasil.
Hal Ikhwal Perjanjian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar