Rabu, 08 Mei 2013

Bela Negara.

Susuhunan Kalijaga berada dalam persimpangan. Sang Pembesar Negara bagaikan makan buah simalakama: Sabaya Pati Sabaya Mukti Labuh Negara berdirinya Demak Bintoro ataukah mikul dhuwur mendhem jero leluhurnya Majapahit. Mangro tingal Kanjeng Susuhunan, meski batinnya memihak Eyangnya, Sang Prabu Brawijaya, sebagai pendiri Negara dan Panglima ia wajib mewujudkan cita-cita Negara, sebuah tatanan baru yang membawa pencerahan bagi leluhurnya yang kapir-kopar.

Konon dari vested interest tersebut terciptalah tokoh baru dalam pewayangan, Kenya Wandu dan Buta Cakil. Kenya Wandu, sosok lelaki berpenampilan perempuan sebuah penggambaran diri Sunan Kalijaga, ambiguitas selaiknya si Buta Cakil raksasa berpenampilan ksatria. Dengan rahang bawah yang menonjol keluar dihiasi gigi panjang tajam, si Cakil bersuara kecil kalau ngomong nyerocos tanpa jeda adalah symbol ahli dakwah yang tiada duanya, tiada yang mampu menandingi dalam berdebat.
Kemunculan Cakil dalam pewayangan tercerita dalam adegan Perang Begal, atau yang lebih dikenal sebagai Perang Kembang. Perangnya ksatria melawan para raksasa setelah adegan gara-gara. Perang Kembang sejatinya tamsil kehidupan manusia.
Setelah mengalami gara-gara, chaos, manusia butuh keseimbangan, aktualisasi diri. Dipenuhi idealisme yang menggebu-gebu tergambar sebagai empat punggawa raksasa pengikut Cakil, symbol 4 elemen dalam dirinya. Bumi, Geni, Angin, Banyu atau dalam terminology Islam Aluamah, Supiyah, Amarah, Mutmainah. Idealism yang mengebu-gebu ini, yang membawa manusia terbang keawang-awang harus dibumikan kembali
Disesuaikan dengan keadaan & kondisi riil yang dihadapi agar taktik tidak merusak strategi.
Cakil selalu mati karena tertusuk kerisnya sendiri  Muncul sebagai perlambang kebutuhan Manusia akan watak. Watak adalah keberpihakan pada suatu kepentingan, dimana Ideologi menjadi motor yang bergerak dalam jiwa tanpa henti dengan konsekwen untuk membela kepentingan. Watak tercermin dalam sikap, bermuara pada seluruh aktivitas gerak hidup manusia. Watak inilah yang menjiwai dan memberi visi pada gerak hidup manusia. Watak menghindarkan dari vested interest, sikap yang plin-plan atau mencla-mencle.
Cakil juga punya pandherek. Pandhereknya malah tidak kalah dengan pandhereknya Arjuna. Yaitu Togog, yang seasal-usul dengan Semar dan Bethara Guru. Ini juga sebuah simbolisme, dalam aktualisasi diri manusia watak manusia bisa bermutasi sesuai dengan fatsun status sosial menentukan watak sosial. Maka menjadi sebuah pertanyaan ultim bagi setiap manusia yang memperjuangkan idealismenya, akankah dia bermutasi atau tetap setia pada idealismenya? Diemong oleh Semar atau menjadi diemong oleh Togog?
Geni sakpelik munggah krapak, sabda Sang Susuhunan Kalijaga. Ya api yang kecil itu telah menjalar, dan akan membakar semuanya. Bakar! Bongkar!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar